Hari ini adalah hari Senin, tanggalnya tanggal 2 Mei. Seperti tahun-tahun sebelumnya bahkan belasan, puluhan tahun silam tanggal 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Saya cuma ingin berbagi cerita, pengalaman tentang pendidikan di indonesia yang pernah saya alami, lihat, dengar darii masa lampau sekarang dan kira-kira masa depan.
Bila melihat jauh ke belakang, orang-orang jaman dulu tidak banyak yang mampu memberikan pendidikan formal melalui sekolah. mengapa? karena mahal, tidak ada biaya. Dengan berjalan seiringnya waktu, banyak orang yang sukses dan memperoleh penghidupan yang layak sehingga mereka mampu memberikan pendidikan formal yang kepada anak-anaknya.
Waktu pun berjalan dengan cepat, padahal bumi rasa-rasanya masih berputar pada porosnya, 1 tahun sama dengan 365 hari dan 1 hari masih 24 jam. Saya masih ingat betul ketika saya masih SD banyak mata pelajaran yang harus saya ikuti mulai dari PMP, Agama, Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Matematika beserta teman-teman mata pelajaran yang lain dengan muatan yang begitu banyak. rasanya otak ini tidak mampu menyerap semua pelajaran yang diberikan. itu masih dari segi muatan? bagaimana dengan uang pangkal dan SPP? seingat saya, masih murah dan tidak terlalu mahal, masih terjangkaulah.
Saya ingat, ketika SD SPP saya cuma 3500 beranjak naik menjadi 8000 waktu SMP. Mengenai uang pangkal ketika SD saya tidak tahu yang pasti ketika SMP kisaran 350rb.
Memasuki tahun 1990 saya harus masuk ke SMA dan uang pangkal/gedung saya sudah mulai agak mahal, saya kena 550rb (beberapa teman dikenakan 750rb s.d. 1jt) dengan SPP 18rb (setelah diturunkan dari 35rb)
Masa-masa SMP dan SMA bila melihat mata pelajaran yang diberikan juga sangat banyak dan saya berpikir ngapain belajar segini banyak ya? masih jelas dalam ingatan untuk belajar matematika saja harus terbagi menjadi aljabar, trigonometri, aritmatika, belajar bahasa daerah paling tidak buku teks ada 3 ditambah buku untuk PR,PS, dan catatan. Bahasa Inggris malah kebih parah. grammar dan conversation dibedakan (ada dua guru ketika SMA) waktu SMP lebih ekstrim harus bawa buku 5 untuk PR,PS,Ulangan, Catatan, Kuis Kecil plus buku teks 2 dan 1 buah LKS
rasa sangat berat membawa tas di pundak sampai akhirnya saya memilih ransel sebagai tas sekolah dengan merk ALPINA dan JAYAGIRI kl ga salah dengan warna ijo plus coraknya seperti tas ransel tentara.
Bila saya bandingkan dengan adiknya yang sekolah belasan tahun kemudian setelah saya (beda usia kami 14 tahun) ternyata yang saya alami tidak ada apa-apanya.
Jumlah mata pelajaran semakin banyak dan jumlah buku yang harus dibawa ke sekolah, OMG gila aja, SD sudah bawa tas ransel gede serasa mau kemping. uang gedung dan SPP pun juga sudah mulai mahal.
Beberapa tahun yang lalu, banyak terdengar sekolah gratis. Karena terdengar gratis itu maka seorang tukang becak langganan minta tolong orang tua untuk memasukkan anaknya ke SD dekat rumah. Ternyata yang namanya gratis hanya ada di TV, koran, radio, internet. Untuk masuk masih ditarik biaya 150rb dan belum seragam. padahal itu SD negeri
masuk perguruan tinggi pun harus merogoh kocek yang sangat dalam kalau perlu sampai jebol sakunya, bagaimana tidak untuk masuk PT saja jaman saya tahun 1995 perlu 550rb sementara tahun 2007 membutuhkan biaya paling murah 15juta.
Beberapa hari yang lalu, seorang kolega orang tua bertandang ke rumah dan salah satu pokok pembicaraan adalah mengenai biaya pendidikan sekolah, SMA saya dulu sekarang uang gedung paling murah 9,5jt dengan SPP kisaran 750rb. itu masih belum seberapa ada beberapa tk favorit dan SD dan favorit yang biayanya melampui itu.
Di tengah carut marut pendidikan dengan kurikulum yang belum baik, biaya pendidikan yang mahal, jual beli nilai, UN yang banyak bocor, korupsi atau suap dengan cara halus dan kasar; bagaimana dapat menghasilkan seseorang yang mempunyai kualitas yang baik? bagaimana dengan kelanjutan bangsa ini bila SDM yang ada banyak yang kurang berkualitas, sementara yang berkualitas dimusuhi, dibuang, disia-siakan di sini.
Bila melihat itu semua, saya takut dan cemas bila nantinya rakyat indonesia di masa depan akan sama dengan nasibnya dengan orang jaman dulu tidak dapat memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anaknya.
Padahal warisan yang terbaik bagi anak-anak, cucu adalah pendidikan, pendidiikan yang berkualitas.